Ikhtisar:Indonesia Dapat Apa?
Biasanya kenaikan dalam sekali rapat hanya 25 bps. Kenaikan sampai 50 bps dalam sebuah rapat adalah yang tertinggi dalam 22 tahun. Tidak hanya menaikkan suku bunga acuan, The Fed juga sudah secara terang-terangan menyebut soal rencana normalisasi neraca (balance sheet). Saat pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19), The Fed memborong surat berharga senilai US$ 120 miliar per bulan. Tentu saja neraca The Fed menjadi ‘gemuk’ sehingga harus ‘diet’.
Pembelian surat berharga selama pandemi membuat neraca The Fed bengkak menjadi US$ 9 triliun. Pada Juni, Juli, dan Agustus, neraca itu akan dikurangi masing-masing US$ 47,5 miliar per bulan. Mulai September, nilai pengurangannya menjadi US$ 90 miliar per bulan.
Dalam konferensi pers usai rapat Komite Pengambil Kebijakan (Federal Open Market Committee/FOMC), Powell menyebut sikap agresif The Fed sulit terhindarkan. Pasalnya, inflasi di Negeri Paman Sam sudah sangat tinggi, menyentuh rekor 40 tahun.
Sebelumnya, pengetatan kebijakan moneter di Negeri Paman Sam berdampak luar biasa terhadap perekonomian dunia, terutama di pasar keuangan. Lihat saja apa yang terjadi kala taper tantrum 2013-2015. Padahal suku bunga acuan belum naik, baru ancang-ancang. Namun efeknya sudah begitu terasa. Sebelumnya, pengetatan kebijakan moneter di Negeri Paman Sam berdampak luar biasa terhadap perekonomian dunia, terutama di pasar keuangan. Lihat saja apa yang terjadi kala taper tantrum 2013-2015. Padahal suku bunga acuan belum naik, baru ancang-ancang. Namun efeknya sudah begitu terasa.
(Inflasi) membuat sangat tidak nyaman. Kalau Anda adalah orang yang biasa-biasa saja, maka Anda tidak akan punya uang lebih untuk dibelanjakan. Kami sangat mengerti penderitaan ini,
Tegas Powell
Kala itu, arus modal ‘menyemut’ di pasar keuangan AS, terutama di pasar obligasi pemerintah. Pasar lainnya hanya kebagian remah rengginang, apalagi di negara berkembang seperti Indonesia.
Nah, apakah pengetatan kebijakan moneter AS saat ini bisa berdampak serupa? Apakah Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan nilai tukar rupiah bisa tertekan seperti saat periode taper tantrum?
Untuk mengupas hal tersebut, WikiFX mencoba menghadirkannya untuk Anda. Selamat membaca…
Saat taper tantrum 2013-2015, pasar keuangan dunia terguncang luar biasa. Bahkan bursa saham AS pun merasakan ‘gempa’ dahsyat, karena tidak kebagian aliran modal. Maklum, investor lebih memilih menaruh uang di surat utang pemerintah AS, yang menawarkan imbalan tinggi seiring kenaikan suku bunga acuan.
Pada akhir 2012, imbal hasil (yield) surat utang pemerintah AS tenor 10 tahun ada di kisaran 1,7%. Setahun kemudian, sudah ada di sekitar 3%.
Iming-iming yield tinggi membuat arus modal terkonsentrasi ke pasar US Treasury Bonds. Akibatnya, pasar keuangan di negara-negara berkembang mengalami koreksi, termasuk Indonesia. Sepanjang 2013, IHSG mengalami penurunan 1,66% secara point-to-point.
So, apakah tahun ini pasar saham bakal nyungsep lagi? Apakah mimpi buruk taper tantrum akan terulang?
Sepertinya tidak. Sebab, berbeda dengan saat taper tantrum, kali ini The Fed berhasil memberikan komunikasi yang efektif soal rencana kebijakannya.
Misalnya, pelaku pasar sudah memperkirakan bulan ini Federal Funds Rate akan naik 50 bps. Sebelumnya, pasar sudah memprediksi kemungkinan kenaikan 50 bps mencapai lebih dari 99%.
The Fed telah mengomunikasikan kebijakan mereka dengan baik, dan mereka benar-benar melakukannya. Ini adalah sebuah kebijakan besar, dan tidak menjadi kejutan di pasar. Jadi, ini adalah hal yang baik
kata Simona Mocuta, Kepala Ekonom State Street Global Street Advisors
Selepas pengumuman rapat FOMC, Wall Street malah ditutup naik. Tidak sekadar naik, tetapi melesat. Pada Kamis (5/5/2022) waktu Indonesia, indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) melesat 2,82%, S&P 500 melonjak 2,99%, dan Nasdaq Composite melambung 3,19%.
Pasar bisa memahami langkah The Fed. Memang ada kebutuhan untuk menjangkar kenaikan harga,
kata Greg Bassuk, CEO AXS Investment
Sebelum pengumuman hasil rapat FOMC, dolar AS begitu perkasa. Dollar Index (yang mengukur posisi greenbackdi hadapan enam mata uang utama dunia) naik tajam hingga sempat menembus rekor tertinggi dalam 20 tahun.
Kejayaan dolar AS tidak lepas dari aksi The Fed yang begitu agresif dalam mengetatkan kebijakan moneter. Selepas 50 bps bulan ini, pelaku pasar memperkirakan bulan depan akan ada kenaikan Federal Funds Rate lagi sebesar 25 bps. Probabilitas ke arah sana mencapai 85%.
Pada akhir tahun ini, pasar memperkirakan suku bunga acuan Negeri Stars and Stripes bisa mencapai 2,5-2,75%. Jika terwujud, maka akan menjadi yang tertinggi sejak awal 2008 atau ketika Krisis Keuangan Global.
Seiring tren kenaikan suku bunga acuan, yield obligasi pemerintah AS pun terkerek. Untuk tenor 10 tahun, yield sempat menyentuh di atas 3%, sesuatu yang kali terakhir terjadi pada 2018.
Kenaikan yield menjadi modal kuat bagi dolar AS untuk menguat. Jadi, apakah rupiah bakal terancam?
Well, depresiasi rupiah memang sulit terhindarkan. Sejak akhir 2021 hingga akhir April 2022, mata uang Tanah Air melemah 1,72% di hadapan dolar AS. Apa boleh buat, dolar AS memang terlampau kuat…
Meski begitu, nasib rupiah jauh lebih baik ketimbang para tetangganya. Dalam periode yang sama, yen Jepang anjlok 12,82%. Mata uang Asia lainnya banyak yang melemah lebih dalam ketimbang rupiah.
Bahkan catatan rupiah terbilang apik. Rupiah adalah mata uang runner-up di Benua Kuning, hanya kalah dari dolar Hong Kong yang pelemahannya lebih landai.
Salah satu faktor yang menjaga stabilitas rupiah adalah tingginya devisa hasil ekspor. Ditopang oleh harga komoditas yang melambung jauh terbang tinggi, ekspor Indonesia pun moncer.
Pada kuartal I-2022, nilai ekspor Indonesia menyentuh US$ 66,14 miliar. Melonjak 35,25% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sekaligus jadi rekor tertinggi sepanjang sejarah Indonesia merdeka.
Perang Rusia-Ukraina membuat harga komoditas global menanjak. Migas, pertambangan, pertanian, semua naik harga.
Termasuk dua komoditas andalan ekspor Indonesia, minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) dan batu bara. Keduanya sempat menyentuh harga tertinggi sepanjang sejarah.
Betul, impor juga naik tinggi karena peningkatan permintaan domestik seiring pelonggaran Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) karena pandemi Covid-19 yang makin landai. Namun nilai ekspor tetap lebih tinggi sehingga neraca perdagangan Indonesia terus-menerus surplus.
Bahkan surplus neraca perdagangan sudah terjaga selama 23 bulan beruntun atau nyaris dua tahun. Menyamai prestasi Agustus 2008-Juni 2010.
Jadi, memang kenaikan suku bunga acuan di Negeri Adikuasa akan mengancam rupiah. Namun sepanjang harga komoditas masih tinggi, sepertinya mata uang Ibu Pertiwi akan baik-baik saja…
Perkara menaikkan suku bunga acuan, The Fed bukan yang pertama dan satu-satunya. Berbagai bank sentral di negara lain pun melakukan hal serupa.
Misalnya bank sentral Inggris (BoE). Bank sentral pimpinan Gubernur Andrew Bailey itu kembali menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 bps menjadi 1%. Ini adalah tertinggi sejak Februari 2009.
Seperti halnya di AS, Negeri John Bull juga khawatir soal inflasi. Pada Maret 2022, inflasi Inggris menyentuh 7%, rekor tertinggi dalam 30 tahun. Untuk 2022, BoE memperkirakan bukan tidak mungkin inflasi mencapai 10%. Wow…
Sejumlah bank sentral di Asia pun sudah menaikkan suku bunga acuan. Misalnya di Korea Selatan, India, atau Hong Kong.
Apa kabar Bank Indonesia (BI)? Kapankah kira-kira MH Thamrin bakal menempuh kebijakan serupa?
Sejauh ini Gubernur BI Perry Warjiyo masih menampik soal menaikkan suku bunga acuan dalam waktu dekat. Sebagai informasi, BI 7 Day Reverse Repo Rate masih bertahan di 3,5%, suku bunga acuan terendah sepanjang sejarah Indonesia merdeka.
Kami akan kalibrasi likuiditas dan suku bunga. Kami akan pertimbangkan dampak dari kebijakan pemerintah dari fiskal dan implikasinya ke harga-harga yang diatur pemerintah,
kata Perry Warjiyo
Ke depan, Perry menyebut arah kebijakan suku bunga salah satunya akan ditentukan oleh perkembangan inflasi. Terutama terkait harga-harga yang diatur pemerintah (administered prices).
Pada 1 April 2022, PT Pertamina (Persero) sudah menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertamax. Pemerintah pun membuka peluang untuk menaikkan harga BBM Pertalite, minyak diesel (Solar), sampai Elpiji 3 kg.
Kebijakan moneter tidak merespons dampak langsung dari administered prices, yang kami respons adalah second round yang akan terefleksi ke kenaikan harga yang masuk ke inflasi inti. Itu yang akan kami respons,
tegas Perry Warjiyo
Oleh karena itu, pelaku pasar memperkirakan BI kemungkinan baru mengubah posisi (stance) setelah melihat perkembangan harga BBM atau Elpiji. “BI mungkin akan mempertimbangkan mengubah stance pada akhir kuartal II-2022 dan menaikkan suku bunga acuan pada semester II-2022,” sebut riset DBS.
Saat suku bunga acuan belum naik, demikian pula suku bunga kredit perbankan. Bahkan tren penurunan masih terus terjadi.
Pada Maret 2022, rata-rata suku bunga Kredit Modal Kerja (KMK) rupiah di perbankan komersial adalah 8,59%. Turun 3 bps dari bulan sebelumnya, dan dalam setahun terakhir berkurang 47 bps. Tren serupa juga terjadi di Kredit Investasi (KI) dan Kredit Konsumsi (KK).
Begitu pula suku bunga Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Per Januari 2022, rerata suku bunga KPR rupiah di perbankan komersial adalah 8%. Ini adalah yang terendah setidaknya sejak 2011.
Namun harus diingat, kenaikan BI 7 Day Reverse Repo Rate adalah sebuah keniscayaan. Bukan soal naik atau tidak, tetapi kapan bakal naik.
BI tentu tidak ingin ‘ketinggalan kereta’ saat bank sentral lain di berbagai negara menaikkan suku bunga. Kalau suku bunga acuan Indonesia bertahan rendah, maka pasar finansial Tanah Air menjadi kurang menarik karena tidak memberikan imbalan yang kompetitif. BI tentu tidak ingin ‘ketinggalan kereta’ saat bank sentral lain di berbagai negara menaikkan suku bunga. Kalau suku bunga acuan Indonesia bertahan rendah, maka pasar finansial Tanah Air menjadi kurang menarik karena tidak memberikan imbalan yang kompetitif.
BI tentu memperhatikan siklus pengetatan moneter The Fed, yang mungkin makin cepat pada kuartal ini
Selain itu, inflasi Nusantara juga terus meninggi. Inflasi inti, yang menjadi perhatian BI, sudah mencapai 2,37% pada Maret 2022. Ini adalah yang tertinggi sejak Mei 2020. Selain itu, inflasi Nusantara juga terus meninggi. Inflasi inti, yang menjadi perhatian BI, sudah mencapai 2,37% pada Maret 2022. Ini adalah yang tertinggi sejak Mei 2020.
Jadi, akan tiba saatnya nanti BI 7 Day Reverse Repo Rate akan naik. Tidak lama setelah itu, niscaya akan disusul oleh kenaikan suku bunga di level perbankan, termasuk KPR. Punya rumah bakal makin susah…
Redford menjadi salah satu kata pencarian yang populer pada pencarian broker di platform WikiFX, yang terkait dengan 2 nama yaitu Redford Trading Club dan Redfordfx, berikut analisa pembuka dari kami
Menurut sumber terkemuka di pasar broker Retail FX dan CFD, MetaQuotes diam-diam memberi tahu kliennya bahwa situasi dengan Apple dapat diperbaiki dan sedang berupaya memulihkan MT4 dan MT5 di Apple App Store "secepatnya".
Silakan berpartisipasi pada program giveaway hari pertama "Aktifkan ForexPay Wallet, Dapatkan USDT!" dari WikiFX. Petunjuk untuk nama broker kali ini dapat Anda temukan dalam artikel ini.
Tiba – tiba gagal terus pas mau WD! Kayaknya broker Exness bagus deh? Pas diricek ternyata, salah! Terlanjur kecebur di platform Exness palsu, bukan yang asli .. ini cara mudah antisipasinya melalui platform WikiFX
FOREX.com
Sedang DiregulasiFXTM
Sedang DiregulasiDoo Prime
Regulasi Lepas PantaiRakuten Securities Australia
Sedang DiregulasiEightCap
Sedang DiregulasiDBG Markets
Sedang DiregulasiFOREX.com
Sedang DiregulasiFXTM
Sedang DiregulasiDoo Prime
Regulasi Lepas PantaiRakuten Securities Australia
Sedang DiregulasiEightCap
Sedang DiregulasiDBG Markets
Sedang DiregulasiFOREX.com
Sedang DiregulasiFXTM
Sedang DiregulasiDoo Prime
Regulasi Lepas PantaiRakuten Securities Australia
Sedang DiregulasiEightCap
Sedang DiregulasiDBG Markets
Sedang DiregulasiFOREX.com
Sedang DiregulasiFXTM
Sedang DiregulasiDoo Prime
Regulasi Lepas PantaiRakuten Securities Australia
Sedang DiregulasiEightCap
Sedang DiregulasiDBG Markets
Sedang Diregulasi