Ikhtisar:Kemana GBP Bergerak Setelah Kepergian Boris Johnson? Minggu lalu adalah minggu turunnya kembali mata uang Inggris, terjungkal oleh karena ketakutan akan resesi yang mengancam dan keprihatinan akan Brexit, di tengah terjadinya drama politik yang besar di Inggris yang melengserkan Perdana Menteri Inggris Boris Johnson
Poundsterling sempat turun mengetes level yang belum pernah terjadi sejak Maret 2020 meskipun setelah itu berhasil pulih kembali sebagian. Fokus investor dan trader GBP pada minggu ini ada pada data makro ekonomi GDP bulanan Inggris dan data inflasi AS.
Minggu yang Brutal
Memulai minggu perdagangan yang baru pada minggu lalu di 1.2096, GBP/USD pada hari Senin sempat naik ke sekitar 1.2114 dengan melemahnya USD. Namun hari-hari selanjutnya pada minggu lalu GBP/USD umumnya tertekan turun karena berbalik menguatnya USD. Hari Selasa GBP/USD turun ke 1.1920. Hari Rabu turun lagi ke 1.1898. Meskipun pada hari Kamis sempat bangkit ke 1.2009, namun pada hari Jumat kembali tertekan turun ke 1.1988, sebelum akhirnya berhasil berbalik naik ke 1.2029 karena melemahnya USD.
GBP/USD bertahan di atas 1.2100 di sekitar 1.2114 pada hari Senin dengan dollar AS harus berjuang untuk mendapatkan permintaannya di tengah lingkungan pasar yang positip terhadap resiko. Indeks dollar AS tetap berada di teritori negatip di bawah 105.00 dan indeks saham FTSE 100 Inggris naik lebih dari 1%.
Indeks dollar AS tertekan di bawah 105.00 setelah munculnya data PMI dari ISM yang buruk. Angka yang buruk yang dikeluarkan oleh Institute of Supply Management (ISM) AS telah mendorong naik kemungkinan terjadinya resesi ekonomi di Amerika Serikat. ISM AS menyampaikan rentannya ekonomi AS dalam semua aspek: PMI Manufaktur, New Orders Index dan Employment Index.
Dibandingkan dengan bank sentral utama dunia lainnya, Federal Reserve AS telah mempercepat kenaikan tingkat bunga tanpa banyak keraguan karena prospek pertumbuhan ekonomi yang menguat dan ketatnya pasar tenaga kerja mendukung para pembuat kebijakan pada the Fed untuk menyuarakan sikap hawkish yang ekstrim. Sekarang dengan munculnya data ekonomi dari ISM yang buruk, timbul pertanyaan mengenai prospek pertumbuhan ekonomi AS.
Meskipun demikian, kenaikan GBP/USD dibatasi oleh naiknya kembali kasus Brexit. Pada akhir minggu lalu, Menteri Luarnegeri Jerman dan Irlandia membuat pernyataan bersama yang mengatakan bahwa Inggris telah melanggar perjanjian internasional dengan secara unilateral mengubah persyaratan yang tertuang di dalam Protokol Irlandia Utara. Jerman dan Irlandia menuduh pemerintah Inggris telah beritikad tidak baik.
GBP/USD berbalik turun selama jam perdagangan sesi Eropa dan memperpanjang penurunannya dan jatuh di bawah 1.2000 mengarah ke 1.1900 di sekitar 1.1920 dalam jam perdagangan sesi AS pada hari Selasa. Dolar AS kembali menemukan permintaan sebagai assets safe-haven dan terus mengatasi rival-rivalnya pada hari Selasa dengan indeks dolar AS naik ke atas 106.00 untuk pertama kalinya dalam hampir dua dekade.
Dollar AS menemukan permintaannya di tengah atmosfir pasar yang enggan terhadap resiko dengan investor bertambah prihatin mengenai resesi global. Indeks saham berjangka AS turun antara 0.5% dan 0.7%.
Di dalam Financial Stability Report (FSR) terbarunya, BoE mengatakan bahwa outlook ekonomi Inggris dan global merosot secara material. Publikasi laporan ini menunjukkan bahwa BoE melihat assets beresiko rentan mengalami penyesuaian yang tajam.
S&P Global/CIPS Composite PMI Inggris pada bulan Juni membaik ke 53.7 dari sebelumnya 53.1 pada bulan Mei yang menunjukkan bahwa aktifitas bisnis di sektor swasta berkembang dengan kecepatan yang sedikit lebih kuat. Namun, pertumbuhan produksi manufaktur bulan Juni berada pada level terendah sejak bulan Mei 2020 di 50.3.
Ketidak pastian politik mencengkeram Sterling pada pertengahan minggu lalu setelah munculnya spekulasi pengunduran diri PM Boris Johnson semakin santer, setelah Johnson ditinggalkan oleh lebih dari 50 menteri dan pembuat undang-undang Tory, dengan mereka menarik dukungan akibat keterlibatan Johnson dalam banyak skandal.
GBP/USD kehilangan momentum bullish-nya dan turun ke level terendah sejak bulan Maret 2020 di bawah 1.1900, di sekitar 1.1876 pada hari Rabu, sebelum akhirnya terkoreksi sedikit naik ke 1.1898.
Pesimisme di sekitar rantai supply global di tengah eskalasi peperangan antara Rusia dengan Ukraina, bergabung dengan ketakutan akan lockdown karena Covid yang baru di Cina, memperbesar resiko terjadinya resesi. Pesimisme meningkat setelah Jerman dan Itali memberikan peringatan ekonomi sementara disamping BoE yang juga merilis laporan outlook ekonomi yang suram.
Selain itu, pertaruhan hawkish atas pergerakan berikutnya dari bank sentral – bank sentral utama dunia dan data ekonomi AS yang bagus juga menggerakkan sentimen yang “risk-off” yang pada gilirannya mendorong naik permintaan dollar AS yang safe haven dan membebani harga GBP/USD. Pada hari Selasa, Factory Orders AS bulan Mei, naik ke 1.6% MoM dibandingkan dengan yang diperkirakan sebesar sebesar 0.5% dan revisi naik angka sebelumnya menjadi 0.7%.
Pada hari Kamis, GBP/USD berhasil mengumpulkan momentum bullish-nya dan sempat naik ke atas 1.2000 di sekitar 1.2009 selama jam perdagangan sesi AS.
Pergerakan yang positip di dalam sentiment terhadap resiko membantu pasangan matauang ini untuk mengumpulkan momentum bullish-nya.
GBP/USD bertambah terdorong naik dengan salah seorang pembuat kebijakan di Bank of England Catherine Mann pada hari Kamis mengatakan bahwa ketidakpastian mengenai proses inflasi memperkuat perihal kenaikan tingkat suku bunga BoE.
Sebelumnya ada berita bahwa Perdana Menteri Inggris Boris Johnson berencana untuk mengumumkan pengunduran dirinya pada hari Kamis. Johnson diperkirakan tetap berada pada posisinya sampai seorang pemimpin baru dari Partai Konservatif dipilih pada akhir musim panas atau awal musim gugur.
Reaksi awal dari pengumuman ini memberikan dorongan naik bagi Poundsterling Inggris. Kenaikan indeks saham Inggris FTSE 100 lebih dari 1% merefleksikan dampak yang positip dari perkembangan ini terhadap sentimen resiko. Pergerakan naik GBP tertolong oleh pengumuman pengunduran diri PM Boris Johnson yang walaupun mengakibatkan kekosongan kepemimpinan untuk sementara waktu, namun disambut oleh pasar Poundsterling karena akan meredakan ketegangan yang telah berlangsung terus menerus dengan Uni Eropa dalam hal kesepakatan Brexit.
Selain itu melemahnya dollar AS dan rally yang terjadi pada pasar saham global dengan investor menilai ulang resiko dari datangnya resesi, telah menambah daya dorong naik terhadap pasangan matauang GBP/USD.
Memasuki hari Jumat, GBP/USD pada awalnya berbalik turun ke zona merah setelah dollar AS naik di tengah datangnya gelombang keengganan terhadap resiko menyusul berita bahwa mantan PM Jepang Shinzo Abe tertembak pada saat sedang melakukan kampanye bagi dirinya di Nara. Selain itu pasar juga masih tetap waspada di tengah terjadinya ketidakpastian politik di Inggris, dimana pencarian akan pemimpin yang baru membuat pasar cemas.
Namun dalam jam perdagangan selanjutnya pada sesi AS, GBP/USD berhasil rebound, naik menembus 1.2000 ke sekitar 1.2029. Pergerakan yang positip dalam sentimen terhadap resiko membuat dollar AS kesulitan untuk mempertahankan kekuatannya sekalipun angka Non-Farm Payrolls yang keluar tanpa terduga lebih tinggi daripada yang diperkirakan pasar.
Angka yang dinantikan, employment AS yang terlihat di dalam laporan Non-Farm Payrolls (NFP) AS bulan Juni, muncul di 372.000 yang lebih tinggi daripada yang diperkirakan pasar di 250.000 meskipun masih lebih rendah dibandingkan dengan angka bulan Mei di 390.000.
Pergerakan Minggu Ini
Pada minggu ini, politik di Inggris masih akan terus menggerakkan sentimen pasar bagi Poundsterling. Investor GBP juga akan mengamati keluarnya data GDP Inggris dan data inflasi Consumer Price Index (CPI) AS untuk menilai arah pergerakan GBP/USD berikutnya.
Pada hari Selasa, Gubernur Bank of England akan berbicara mengenai landskap ekonomi pada event yang diselenggarakan oleh the Official Monetary and Financial Institutions Forum, di London.
Pada hari Rabu, Inggris akan mempublikasikan GDP bulanannya dan juga data industrinya. Sementara dari AS akan dirilis data yang kritikal Consumer Price Index.
Pada hari Kamis dari AS akan dipublikasikan Producer Price Index (PPI) dan laporan Jobless Claims mingguan.
Pada akhir minggu, AS akan mempublikasikan Retail Sales dan data Prelim UoM Consumer Sentiment. Selain itu akan keluar juga Index of Common Inflation Expectations yang dikembangkan dan diamati oleh the Fed untuk menentukan outlook kenaikan tingkat bunganya.
Support & Resistance
“Support” terdekat menunggu di 1.2000 yang apabila berhasil dilewati akan lanjut ke 1.1949 dan kemudian 1.1875. “Resistance” terdekat menunggu di 1.2050 yang apabila berhasil dilewati akan lanjut ke 1.2150 dan kemudian 1.2200.
Ricky Ferlianto/VBN/Head Research Vibiz Consulting
Editor: Asido
Artikel ini telah tayang di vibiznews.com
https://www.vibiznews.com/2022/07/10/rekomendasi-gbp-usd-mingguan-11-15-juli-2022-kemana-gbp-bergerak-setelah-kepergian-boris-johnson/
Menurut sumber terkemuka di pasar broker Retail FX dan CFD, MetaQuotes diam-diam memberi tahu kliennya bahwa situasi dengan Apple dapat diperbaiki dan sedang berupaya memulihkan MT4 dan MT5 di Apple App Store "secepatnya".
Silakan berpartisipasi pada program giveaway hari pertama "Aktifkan ForexPay Wallet, Dapatkan USDT!" dari WikiFX. Petunjuk untuk nama broker kali ini dapat Anda temukan dalam artikel ini.
Pasar forex adalah pasar keuangan terbesar dan paling likuid di dunia sedangkan pada saham pada aset populer dengan penilaian awal yang berlawanan.
Pada akhir tahun 2021, nilai pasar industri adalah $2,2 miliar. Akan tetapi, keadaan pasar saat ini membatasi kegiatan copy trading.